Melupakan mantan memang bukan awal yang mudah. Apalagi, jika dia yang akhirnya pergi dari sisimu adalah yang menurutmu paling sempurna. Dia baik hati, penyabar, punya selera humor tinggi, dan selalu bisa jadi lawan bicara yang menyenangkan.
Dibandingkan mantan-mantanmu yang lain, dialah juaranya. Seseorang yang bisa memenangkan hatimu dengan hebatnya. Meski tak lagi bersama, segala kenangan tentang dia tak bisa begitu saja hilang dari ingatan. Dia punya tempat tersendiri dalam hatimu, yang sampai kapan pun mungkin tak akan pernah ada gantinya.
“Hey kamu, mantan terindahku, masihkah mengingat aku yang pernah mampir dalam hidupmu?”
Pertemuan kita tak pernah disangka-sangka. Aku dan kamu saling jatuh cinta lewat cara-cara yang sederhana
Meski tinggal di kota yang sama, kita adalah dua orang yang tak saling mengenal sebelumnya. Namun, sebuah pertemuan yang tak disengaja memaksa kita berjabat tangan dan saling bertanya nama. Keputusan untuk bertukar nomor ponsel pun jadi penanda kedekatan selanjutnya.
Awalnya, menerima SMS dan telepon darimu terasa canggung bagiku. Tapi harus diakui, kamu memang piawai mencairkan suasana. Berdua, kita bisa bicara tentang apa saja. Soal pekerjaan , dan group band yang jadi favoritmu, hingga novel-novel fiksi yang aku gilai.
Entah siapa yang lebih dulu jatuh cinta, tapi aku dan kamu akhirnya sepakat bersama. Kita mantap untuk pacaran dan segala yang terjadi terasa begitu sempurna. Sejak awal jadian hingga tahun demi tahun terlewati, kita punya keyakinan yang sama tentang masa depan. Bersamamu, aku membayangkan kelak bisa duduk berdampingan di pelaminan. Hidup bersama dan jadi sepasang suami istri sampai maut memisahkan.
Kamu adalah sumber kebahagiaanku. Sebaliknya, kamu pun merasakan hal yang sama. Hubungan yang kita jalani rasa-rasanya tanpa cacat maupun cela. Orang lain yang melihat kebersamaan kita pun selalu berpendapat sama. Ya, sikap dewasa yang menjadikan hubungan kita minim drama. Setiap ada masalah yang mengganjal, kita akan berusaha menyelesaikannya dengan bicara.
Sayangnya, sebuah hubungan memang tak hanya melibatkan kita berdua. Tanpa restu keluarga, memaksa untuk bersama rasanya terlalu sia-sia. Mengabaikan keluarga hanya demi kebahagiaan kita juga terkesan egois. Di titik ini, kedewasaanlah yang akhirnya menuntun kita untuk menerima. Meskipun terasa menyakitkan, menyerah jauh lebih bijaksana daripada bersikeras untuk bersama.
“The worst feeling in the world is when you know that you both love each other but still you just can’t be together.”
Patah hati atau putus cinta akan selalu datang sepaket dengan rasa sakitnya. Jika biasanya selalu ada kamu yang menemani hari-hariku, kini aku harus siap menjalani segala sesuatunya sendiri. Bohong jika aku tak merasakan sepi setelah kamu pergi. Memikirkan perpisahan kita bahkan membuatku seperti ingin mati.
Wajar jika setelahnya aku jadi begitu rapuh. Aku kehilangan sebagian cahaya hidupku, bahkan orbit hidup utamaku. Tanpa kamu, hidup rasa-rasanya jauh lebih berat untuk dijalani. Tak ada tempatku berbagi masalah dan keluh kesah. Tak ada kamu yang bahunya selalu siap jadi tempatku bersandar di kala lelah.
Sesakit apapun sebuah perpisahan, tak ada pilihan selain menerima. Karena ingin berusaha sekuat apa, toh kita memang tak lagi bisa bersama. Sayangnya, perasaan bukanlah tisu sekali pakai yang bisa dibuang setelah selesai. Rasa cinta dan sayang yang sekian lama kita punya tak akan bisa hilang dalam sekejap mata. Sekalipun kamu tak lagi ada di sisiku, rasa ini bahkan akan tetap tinggal dan entah kapan bisa hilang.
Namun, waktu biasanya jadi solusi dari segala kerisauan hati. Waktu pula yang bisa jadi obat paling mujarab bagi berbagai macam jenis sakit hati. Mungkin, aku hanya butuh lebih banyak waktu untuk sendiri. Merenungi keadaan dan segala yang terjadi tak sesuai harapan. Kesepian dan kesendirian bisa jadi mengajarkanku tentang arti ikhlas dan merelakan.
Nyaman adalah satu-satunya yang aku rasakan saat bersamamu. Hubungan kita tak pernah dipenuhi drama-drama khas pasangan muda yang kadang membuatnya terasa melelahkan untuk dijalani. Denganmu, aku bisa jadi diriku sendiri. Tak perlu susah payah demi terlihat sempurna di depanmu. Apa adanya diriku, segala baik dan buruk sifatku bisa kamu terima.
Meski putus kali ini terasa sangat meyakinkan, aku menyadari bahwa kelak sakit hatiku akan sembuh sendiri. Dan bukan tak mungkin aku akan menemukan orang lain dan cinta yang baru lagi. Tapi, adakah yang seperti kamu? Adakah orang lain yang bisa aku cintai sebesar cintaku untukmu? Apa ada yang bisa membuatku merasa benar-benar nyaman dalam sebuah hubungan, selain kamu?
Ketika cerita kita harus menemui akhirnya, aku “dipaksa” kuat untuk melanjutkan hidupku sendiri. Sekuat tenaga aku berusaha mengubur ingatan tentangmu. Ingatan dan kenangan yang “haram” dipelihara karena semakin mengingatnya akan membuatku semakin lemah.
Sayangnya, sekeras apapun aku berusaha, melupakan segala tentang kamu jelas tak mudah. Sengaja kuhapus lagu-lagu yang dahulu biasa kita dengarkan bersama. Tak sekalipun aku berniat mampir atau bahkan sekadar lewat warung makan favorit kita berdua. Memeriksa aktivitasmu di lini masa Facebook maupun Twitter pun tak sekali-kalinya aku lakukan. Tapi kenapa semakin keras berusaha, aku justru semakin mengingatmu ?
Sejak dulu aku tak pernah mudah jatuh cinta. Bagiku, perkara menitipkan hati harus harus masak-masak dipikirkan. Tapi kamu adalah pengecualian. Aku bahkan tak butuh waktu lama untuk percaya hingga akhirnya jatuh di pelukanmu hingga sekian lama. Kamu memang berbeda, tak salah jika kulabeli dirimu sebagai yang paling sempurna dari mantan-mantanku lainnya.
Kamu mungkin tak merasa, tapi kehadiranmu dalam hidupku jelas mengubah banyak hal. Setelah kepergianmu, aku makin perhitungan soal membuka hati. Selain tak mau kecewa dan sakit hati lagi, aku selalu sibuk membanding-bandingkan. Siapapun dia yang mendekat nyatanya pasti kalah telak jika kubandingkan denganmu. Belum ada yang bisa meluluhkan hatiku sehebat kamu.
Aku tahu. Enggan berdamai dengan keadaan hanya akan membuat hidupku makin berantakan. Selama belum bisa menerima kenyataan, aku hanya akan terus merapal harapan-harapan kosong. Membayangkan kemungkinan untuk berbalikan dan memperbaiki hubungan justru membuatku semakin kesakitan.
“We may forget the person, but memories stay there forever.”
Seindah apapun kisah kita dulu, cukuplah semuanya jadi kenangan saja. Tak perlu diingat-ingat, pun tak usah kusimpan rapat-rapat. Bagaimana pun, kamu sudah jadi bagian dari diriku. Kamulah bagian terindah sepanjang kisah perjalanan hidupku. Meski kamu hanyalah sebuah persinggahan, aku terima kenyataan ini dengan hati yang lapang. Kita selesai dan mari bersiap untuk menjalani hidup yang selanjutnya.
Aku tak keberatan jika kenangan tentangmu akan selamanya tinggal dalam ingatanku. Aku pun rela jika sebagian tempat dihatiku sudah kuberikan untukmu. Entah sampai kapan kamu akan ada di sana, mungkin selamanya dan itu pun tak apa-apa. Merawat kenangan tentangmu bukan dosa selama aku bisa bijaksana dan tak menyakiti siapa-siapa.
Aku berjanji. Kelak aku pasti jatuh cinta lagi. Aku percaya, cinta akan datang dengan aroma dan rasa yang berbeda. Tak harus dia yang seperti kamu, akan kutitipkan hatiku pada siapapun dia asalkan aku bisa percaya. Hubungan yang baru juga akan baik-baik kujaga dan semoga kelak segera kutemukan dia yang jadi pendampingku berikutnya.
“Apa kabarmu mantan terindahku? Semoga kamu pun masih merawat baik-baik tempatku di hatimu…”
0 Comments