Pagi ini ku lihat embun masih tetap tegar menempel di kaca jendela kamarku. Semalam hujan telah meninggalkan dia sendiri. Kata hujan , besok pagi dia akan kembali menemui embun. Namun , hingga siang hujan tak kuncung datang dan embun pun beranjak pergi.
Berbeda denganku , tiap hari aku masih saja sendiri didepan pintu kenangan. Berharap pintu itu terbuka kembali dan aku bisa mengulang kenangan indah bersamsamu. Namun , pintu tak kunjung terbuka. Aku menangis , mengutuk diriku sendiri yang masih saja berharap berkumpul dengan kenangan. Menanti sesuatu yang tidak pasti. Seseorang yang selalu ada dalam hembusan nafas. Sulit untuk berhenti mengingat senyum itu , seakan menyatu dalam darah yang di alirkan jantung kedalam otakku.
Tentu , aku marah pada diriku sendiri. Aku mara pada hati dan pikiranku yang membiarkan rindu tinggal berlama - lama dalam diriku. Saat hati ingin mengusir rindu , tapi pikiran menarik rindu , sehingga rindu kembali tinggal dan saat pikiran mengusir rindu , hati malah tak tega melepasnya. Seperti itu terus , hingga titik jenuh pun masih menjadi misteri.
Terkadang aku malu pada embun yang seolah menertawakan ku setiap pagi. Seakan ku dengar embun berkata "Mengapa masih kau sembunyikan rindu dibawah selimutmu ? Bagunlah , langit begitu cerah hari ini . Kau bisa menitipkan rindu pada angin."
Seketika kurasa ada sedikit semangat yang mengalir dalam darahku. Aku bangkit dan menarik rindu , lalu ku titipkan pada angin. Berharap angin akan mengantarnya kepada orang yang ku tuju.
Namun , sepertinya angin membawa kabar luka. Ku liat dari jauh , wajahnya merunduk menghampiriku . Dia masih menggenggam erat rindu yang tadi kutitip. Sontak saja aku terkejut dan tak bisa menahan rasa penasaranku. Lalu aku bertanya pada angin , " Wahai angin , mengapa wajahmu begitu murung ? Mengapa rindu masih bersama mu ?"
Angin pun tiba - tiba menangis , di sela tangisan nya angin berkata bahwa orang yang ku tuju tidak menginginkan rindu. Dia telah membuang rindu dari hidupnya dan dia juga telah membuang kunci dari pintu kenangan yang ku tunggu selama ini.
Rombongan air mata kurasa pelan - pelan mengintip dari kelopak mataku. Tampaknya mereka tak sabar lagi ingin keluar dari persembunyian nya. Aku tak mampu menahan mereka lagi. Aku menangis sejadiku dan kubiarkan mereka mengalir menelusuri garis wajah ini.
Haruskah ku salahkan rindu ? Atau perasaanku saja yang berlebihan kepadamu ?. Harusnya aku belajar banyak pada embun yang tidak lagi menanti hujan. Embun yang tidak mau berlama - lama menunggu hujan yang tak pasti kapan datangnya. Dan kini kubiarkan rindu menetap dalam jiwaku. Hingga rindu menghilang bersama waktu.
0 Comments